Lukman Hakim Harahap, S.Ag., Ketua DPD Persatuan Tunanetra Indonesia(PERTUNI ) Sumut
Harian SUMUT POS, 08 November 2009
“ JANGAN BEDAKAN KAMI “
Pantang menyerah, itulah yang mengantarkan kesuksesan bagi Lukman
Hakim Harahap, S.Ag, meski tunanetra, ia berhasil menamatkan
pendidikan Strata-1 di Universitas Islam Bandung. Selain itu, Lukman
yang memiliki usaha Panti Pijat Tunanetra Cemerlang Abadi di jalan
Gajah Mada, gang Dame Medan ini dipercaya memimpin Persatuan Tunanetra
Indonesia (Pertuni) Sumut.
Melalui wadah berhimpun seribuan warga tunanetra ini, ia ingin
mengangkat harkat anggotanya baik dalam hal pendidikan dan
kesejahteraan. Bagaimana kehidupan masa kecil dan obsesi masa
depannya, berikut hasil wawancara wartawan Sumut Pos, Deddi Mulia
Purba dengan Ketua Pertuni Sumut di kediamannya, kemarin.
Bagaimana kehidupan masa kecil Anda?
Saya dilahirkan di kota Padang Sidempuan, tepatnya di kampong Lesung
Batu, Tapanuli Selatan pada 4 September 1968. Saat lahir, saya masih
dapat melihat. Ketika umur saya berumur 2 tahun, Bapak sudah
meninggal. Barulah saat berumur 6 tahun, ibu kawin lagi. Karena ayah
tiri baik, saya hanya bisa sekolah hingga kelas III SD, selain itu,
mata juga mulai kabur hingga terakhir tak bisa melihat lagi. Tak
pernah ke dokter, karena saya tinggal di desa terpencil.
Setelah tak dapat melihat, apa keinginan Anda ?
Karena dikampung, saya tak bisa melihat, tahun 1982, saya pergi ke
Medan. Di kota ini, ada saudara yang dokter yakni dr Marwali Harahap.
Kepada anak paman ini, saya sempat berobat selama 2 tahun tapi enggak
sembuh.
Marwali menyarankan saya untuk sekolah ke Bandung, Ia lalu mengirim
saya sekolah ke panti Wiyata Guna di jalan Padjajaran Nomor 52
Bandung. Panti ini khusus untuk membina tunanetra dan banyak memberi
pelajaran agama, khususnya huruf Al-Qur’an Braille.
Tahun 1984 dengan semangat, saya bersekolah di Bandung selama 2
tahun, kursus Al-qur’an Braille yang dilanjutkan dengan belajar di
pesantren. Saya punya keinginan dapat hafal Al-qur’an. Saya dalam
tahap awal, sudah bisa hafal 6 juz.
Dari panti ini akhirnya, saya dapat ijazah paket A. lalu saya
melanjutkan pendidikan di pesantren Cicalengka di Bandung, saya selalu
ikut mengaji bersama kiyai. Tiga tahun kemudian, melanjutkan
pendidikan ke pesantren Al-Jawami Cilunyi selama 3 tahun mengikuti
aliyah.
Setelah tamat, Anda ingin melanjutkan pendidikan ke mana ?
Tamat Aliyah, saya coba tes ujian masuk perguruan tinggi negri
(UMPTN) dengan basic pendidikan agama IKIP Bandung. Ternyata di sana
tidak lulus.
Kemudian coba tes ke Institut Agama Islam Negri (IAIN) Sunan Gunung
Jati semasa dipimpin Prof Dr Ahmad Jatmiko pada tahun 1992. tapi untuk
ujian saja tak diterima, alas an mereka untuk tunanetra tidak ada yang
jadi guru. Saya sempat katakana, saya mau kuliah bukan mau jadi guru,
saya ambil jurusan dakwah karena ingin menjadi pendakwah.
Karena gagal masuk IAIN, apa rencana Anda Selanjutnya?
Saya tetap ingin kuliah, akhirnya saya tes ke Universitas Isalm
Bandung (Unisba). Akhirnya saya beehasil menamatkan pedidikan S-I dam
meraih gelar sarjana agama (S.Ag). Skripsi saya mengambil judul metode
dakwah dikalangan tunanetra.
Apa yang Anda lakukan setelah tamat kuliah?
Saya mulai berdakwah . saya banyak diajak Badan Amil Zakat Daerah
(Bazda) Sumut mengajari tunanetra untuk belajar membaca Al-Qur’an
dengan huruf Braille. Kegiatan ini merupakan program pemberantasan
buta huruf Al-Qur’an. Saya sambut baik karena Bazda Sumut merupakan
penyelenggara pertama kegiatan baca Al-Qur’an dengan huruf Braille
bagi para tunanetra. Pak Maratua Simanjuntak, selaku pimpinan Bazda
Sumut menyatakan kegiatan percontohan.
Akhirnya, Bazda Sumut memberi dana dan menghunjuk kami selaku
penyelenggara pendidikan baca Al-Qur’an bagi tunanetra.
Pada tanggal 20 April 2005, Kegiatan ini diresmikan Gubernur Sumut
diwakili Kepala Biro Bina Sosial Pemprovsu. Muhammad Hasby Nasution,
hadir dalam peresmian ini, sejumlah pimpinan Majelis Ulama Islam (MUI)
Sumut dan Departemen Agama. Hingga kini, sudah ada lima angkatan.
Selain itu saya berpikir Al-Qur’an juga harus bisa ditafsirkan. Saya
ajukan program lanjutan mengadakan tafsir Al-qur’an sehingga dapat
memahami Al-qur’an dan memperhalus cara membaca.
Kini ada pelajaran tafsir Al-qur’an di jalan Sampul Medan di kantor
Pertuni Sumut.
Bagaimana dengan kegiatan dakwah di masjid?
Waktu di Bandung memang sering berdakwah. Lagi pula berdakwah tidak
mesti dari mimbar ke mimbar. Makanya setelah pulang ke Medan buka
usaha sehingga mempermudah kegiatan dakwah di kalangan tunanetra.
Dalam berdakwah di kalangan tunanetra, apa kendala yang dialami?
Saya rasa tidak ada kendala, hanya saja untuk memiliki Al-qur’an
dengan huruf arab Braille. Dalam Al-qur’an terdapat 30 juz, kalau
Al-qur’an biasa, satu buku Al-qur’an memuat 30 juz.
Al-qur’an dengan huruf Braille ini, tiap satu juz, satu buku. Jadi
dibuat 30 buku karena terlalu tebal berupa huruf timbul. Harganya tiap
satu juz Al-qur’an berkisar Rp. 50 ribu per buku. Belum lagi untuk
buku tafsir Al-qur’an.
Sebagai ketua Pertuni Sumut, apa obsesi Anda?
Pertuni merupakan organisasi nasional yang ada di tingkat pusat,
provinsi hingga kabupaten maupun kota. Tentunya ingin mengangkat
harkat martabat tunanetra agar tak dianggap sebagai warga kelas dua.
Juga jangan bedakan kami. Walau bekerja sebagai tukang pijat tapi
mereka diharapkan dapat menyekolahkan anak, adik atau anggota keluarga
lainnya. Mereka tetap memiliki potensi yang bisa digali. Hanya mata
saja yang tidak dapat melihat, tapi yang lainnya juga normal.
Organisasi kami tahun depan berencana menggelar musyawarah daerah ,
untuk menyusun pengurus baru. Misi yang dikembangkan Pertuni adalah
menuntut kesamaan hak dan kesempatan baik dalam pendidikan dan
pekerjaan. Kita tak ingin di istimewakan.
Melalui kegiatan Pertuni, kami membantu anggota yang mengalami
kemalangan, sakit atau kesulitan lainnya, saat ini, sedang digagas
kerja sama dengan perusahaan dalam penyaluran bantuan social.
Berkaitan dengan ketiadaan formasi bagi tunanetra pada penerimaan
CPNS 2009, apa tanggapan Anda ?
Ini merupakan suatu bentuk diskriminasi dalam penerimaan CPNS. Kami
juga ingin menjadi CPNS di Sumut. Padahal di daerah lain, ada
penerimaan CPNS termasuk di lingkungan Departemen Sosial. Kita sadari
kekurangan para tunanetra, tapi mereka masih bisa bekerja sebagai abdi
Negara seperti menjadi guru.
Kebanyakan tunanetra masih banyak yang turun ke jalan, menjadi
peminta-minta. Apa upaya Anda ?
Saya harap keberadaan mereka jangan diperalat. Kalau bisa ada bantuan
pembinaan. Mereka tentu ingin meninggalkan itu apabila mereka memiliki
modal usaha. Namun usaha tadi jangan dipotong. Sering bantuan Rp. 1
juta yang diterima Rp. 800 ribu saja.
Saat ini anggota Pertuni Sumut ada 1.300 orang. Memang banyak yang
bekerja dipanti pijat. Ada juga yang meminta dijalan. Sebab selama ini
masih kurang perhatian pemerintah.
MAHIR GUNAKAN LAPTOP
Meski mengalami cacat tunanetra, Lukman Hakim Harahap, S.Ag tak kalah
dengan manusia normal lainnya. Bapak satu anak ini bisa membaca
Al-qur’an dengan huruf Braille. Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia
(Pertuni) sejak tahun 2005 ini, juga mampu menggunakan laptop untuk
mengakses internet. Tentu saja computer yang digunakan juga computer
yang digunakan juga computer khusus yang bisa menghasilkan suara
pemandu. Alat ini bisa membaca satu kalimat atau kata demi kata.
“berkat kemajuan teknologi ini pula, saya bisa mencari
artikel-artikel penting untuk menambah muatan dakwah dan pengetahuan
lainnya,” kata Lukman didampingi istri dan mertuanya.
Lukman menambahkan, saat ini Pertamina dan Badan Perpustakaan, Arsip
dan Dokumentasi (BPAD) Sumut akan menggelar pelatihan penggunaan
computer bagi warga tunanetra yang digagasi kepala BPAD Sumut dan
pimpinan Pertamina, OK Khaidir. “ Ke depan, diharapkan akan lebih
banyak bantuan kerja sama semacam ini, “katanya.
Ia juga memiliki kemampuan mengirim dan membaca short message system
(SMS) melalui handphone tanpa perlu didampingi orang lain. Di sisi
lain, lukman memiliki ketrampilan memijat hingga membuka usaha Klinik
Pijat Tunanetra Cemerlang Abadi di jalan Gajah Mada, Gang Dame Medan
sejak tahun 2003.
“Kebanyakan mereka yang kemari, dengan biaya kusus Rp. 30 ribu. Dalam
sehari, minimal 10 warga yang datang. Keterampilan kusus di dapat dari
panti social baladewa di Tebing Tinggi. “ Ada juga yang minta dikusuk
dirumahnya,”kata dia.
Dalam memmbina rumahnya, ia menikah dengan seorang tunanetra juga.
Kini lukman memiliki seorang anak perempuan yang dapat melihat dengan
normal. Bocah perempuan semata wayang yang berusia empat tahun ini
sedang belajar di TK Al-qur’an.
Terhadap masa depan anaknya, lukman belum tahu. Hanya saja, ia ingin
sang anak dapat membantu keluarga dan masyarakat untuk berbuat
kebaikan. Karena masih kecil, belum tahu apa cita-citanya.
Dimana lokasi khusus berkumpul dirinya bersama keluarganya? Lukman
mengatakan, sering berkumpul dengan anggota Pertuni Sumut.
“Kami bersama anggota Pertuni Sumut atau anggota keluarga, sering
pergi ramai-ramai ke Brastagi dengan carter mobil,” katanya.
“ JANGAN BEDAKAN KAMI “
Pantang menyerah, itulah yang mengantarkan kesuksesan bagi Lukman
Hakim Harahap, S.Ag, meski tunanetra, ia berhasil menamatkan
pendidikan Strata-1 di Universitas Islam Bandung. Selain itu, Lukman
yang memiliki usaha Panti Pijat Tunanetra Cemerlang Abadi di jalan
Gajah Mada, gang Dame Medan ini dipercaya memimpin Persatuan Tunanetra
Indonesia (Pertuni) Sumut.
Melalui wadah berhimpun seribuan warga tunanetra ini, ia ingin
mengangkat harkat anggotanya baik dalam hal pendidikan dan
kesejahteraan. Bagaimana kehidupan masa kecil dan obsesi masa
depannya, berikut hasil wawancara wartawan Sumut Pos, Deddi Mulia
Purba dengan Ketua Pertuni Sumut di kediamannya, kemarin.
Bagaimana kehidupan masa kecil Anda?
Saya dilahirkan di kota Padang Sidempuan, tepatnya di kampong Lesung
Batu, Tapanuli Selatan pada 4 September 1968. Saat lahir, saya masih
dapat melihat. Ketika umur saya berumur 2 tahun, Bapak sudah
meninggal. Barulah saat berumur 6 tahun, ibu kawin lagi. Karena ayah
tiri baik, saya hanya bisa sekolah hingga kelas III SD, selain itu,
mata juga mulai kabur hingga terakhir tak bisa melihat lagi. Tak
pernah ke dokter, karena saya tinggal di desa terpencil.
Setelah tak dapat melihat, apa keinginan Anda ?
Karena dikampung, saya tak bisa melihat, tahun 1982, saya pergi ke
Medan. Di kota ini, ada saudara yang dokter yakni dr Marwali Harahap.
Kepada anak paman ini, saya sempat berobat selama 2 tahun tapi enggak
sembuh.
Marwali menyarankan saya untuk sekolah ke Bandung, Ia lalu mengirim
saya sekolah ke panti Wiyata Guna di jalan Padjajaran Nomor 52
Bandung. Panti ini khusus untuk membina tunanetra dan banyak memberi
pelajaran agama, khususnya huruf Al-Qur’an Braille.
Tahun 1984 dengan semangat, saya bersekolah di Bandung selama 2
tahun, kursus Al-qur’an Braille yang dilanjutkan dengan belajar di
pesantren. Saya punya keinginan dapat hafal Al-qur’an. Saya dalam
tahap awal, sudah bisa hafal 6 juz.
Dari panti ini akhirnya, saya dapat ijazah paket A. lalu saya
melanjutkan pendidikan di pesantren Cicalengka di Bandung, saya selalu
ikut mengaji bersama kiyai. Tiga tahun kemudian, melanjutkan
pendidikan ke pesantren Al-Jawami Cilunyi selama 3 tahun mengikuti
aliyah.
Setelah tamat, Anda ingin melanjutkan pendidikan ke mana ?
Tamat Aliyah, saya coba tes ujian masuk perguruan tinggi negri
(UMPTN) dengan basic pendidikan agama IKIP Bandung. Ternyata di sana
tidak lulus.
Kemudian coba tes ke Institut Agama Islam Negri (IAIN) Sunan Gunung
Jati semasa dipimpin Prof Dr Ahmad Jatmiko pada tahun 1992. tapi untuk
ujian saja tak diterima, alas an mereka untuk tunanetra tidak ada yang
jadi guru. Saya sempat katakana, saya mau kuliah bukan mau jadi guru,
saya ambil jurusan dakwah karena ingin menjadi pendakwah.
Karena gagal masuk IAIN, apa rencana Anda Selanjutnya?
Saya tetap ingin kuliah, akhirnya saya tes ke Universitas Isalm
Bandung (Unisba). Akhirnya saya beehasil menamatkan pedidikan S-I dam
meraih gelar sarjana agama (S.Ag). Skripsi saya mengambil judul metode
dakwah dikalangan tunanetra.
Apa yang Anda lakukan setelah tamat kuliah?
Saya mulai berdakwah . saya banyak diajak Badan Amil Zakat Daerah
(Bazda) Sumut mengajari tunanetra untuk belajar membaca Al-Qur’an
dengan huruf Braille. Kegiatan ini merupakan program pemberantasan
buta huruf Al-Qur’an. Saya sambut baik karena Bazda Sumut merupakan
penyelenggara pertama kegiatan baca Al-Qur’an dengan huruf Braille
bagi para tunanetra. Pak Maratua Simanjuntak, selaku pimpinan Bazda
Sumut menyatakan kegiatan percontohan.
Akhirnya, Bazda Sumut memberi dana dan menghunjuk kami selaku
penyelenggara pendidikan baca Al-Qur’an bagi tunanetra.
Pada tanggal 20 April 2005, Kegiatan ini diresmikan Gubernur Sumut
diwakili Kepala Biro Bina Sosial Pemprovsu. Muhammad Hasby Nasution,
hadir dalam peresmian ini, sejumlah pimpinan Majelis Ulama Islam (MUI)
Sumut dan Departemen Agama. Hingga kini, sudah ada lima angkatan.
Selain itu saya berpikir Al-Qur’an juga harus bisa ditafsirkan. Saya
ajukan program lanjutan mengadakan tafsir Al-qur’an sehingga dapat
memahami Al-qur’an dan memperhalus cara membaca.
Kini ada pelajaran tafsir Al-qur’an di jalan Sampul Medan di kantor
Pertuni Sumut.
Bagaimana dengan kegiatan dakwah di masjid?
Waktu di Bandung memang sering berdakwah. Lagi pula berdakwah tidak
mesti dari mimbar ke mimbar. Makanya setelah pulang ke Medan buka
usaha sehingga mempermudah kegiatan dakwah di kalangan tunanetra.
Dalam berdakwah di kalangan tunanetra, apa kendala yang dialami?
Saya rasa tidak ada kendala, hanya saja untuk memiliki Al-qur’an
dengan huruf arab Braille. Dalam Al-qur’an terdapat 30 juz, kalau
Al-qur’an biasa, satu buku Al-qur’an memuat 30 juz.
Al-qur’an dengan huruf Braille ini, tiap satu juz, satu buku. Jadi
dibuat 30 buku karena terlalu tebal berupa huruf timbul. Harganya tiap
satu juz Al-qur’an berkisar Rp. 50 ribu per buku. Belum lagi untuk
buku tafsir Al-qur’an.
Sebagai ketua Pertuni Sumut, apa obsesi Anda?
Pertuni merupakan organisasi nasional yang ada di tingkat pusat,
provinsi hingga kabupaten maupun kota. Tentunya ingin mengangkat
harkat martabat tunanetra agar tak dianggap sebagai warga kelas dua.
Juga jangan bedakan kami. Walau bekerja sebagai tukang pijat tapi
mereka diharapkan dapat menyekolahkan anak, adik atau anggota keluarga
lainnya. Mereka tetap memiliki potensi yang bisa digali. Hanya mata
saja yang tidak dapat melihat, tapi yang lainnya juga normal.
Organisasi kami tahun depan berencana menggelar musyawarah daerah ,
untuk menyusun pengurus baru. Misi yang dikembangkan Pertuni adalah
menuntut kesamaan hak dan kesempatan baik dalam pendidikan dan
pekerjaan. Kita tak ingin di istimewakan.
Melalui kegiatan Pertuni, kami membantu anggota yang mengalami
kemalangan, sakit atau kesulitan lainnya, saat ini, sedang digagas
kerja sama dengan perusahaan dalam penyaluran bantuan social.
Berkaitan dengan ketiadaan formasi bagi tunanetra pada penerimaan
CPNS 2009, apa tanggapan Anda ?
Ini merupakan suatu bentuk diskriminasi dalam penerimaan CPNS. Kami
juga ingin menjadi CPNS di Sumut. Padahal di daerah lain, ada
penerimaan CPNS termasuk di lingkungan Departemen Sosial. Kita sadari
kekurangan para tunanetra, tapi mereka masih bisa bekerja sebagai abdi
Negara seperti menjadi guru.
Kebanyakan tunanetra masih banyak yang turun ke jalan, menjadi
peminta-minta. Apa upaya Anda ?
Saya harap keberadaan mereka jangan diperalat. Kalau bisa ada bantuan
pembinaan. Mereka tentu ingin meninggalkan itu apabila mereka memiliki
modal usaha. Namun usaha tadi jangan dipotong. Sering bantuan Rp. 1
juta yang diterima Rp. 800 ribu saja.
Saat ini anggota Pertuni Sumut ada 1.300 orang. Memang banyak yang
bekerja dipanti pijat. Ada juga yang meminta dijalan. Sebab selama ini
masih kurang perhatian pemerintah.
MAHIR GUNAKAN LAPTOP
Meski mengalami cacat tunanetra, Lukman Hakim Harahap, S.Ag tak kalah
dengan manusia normal lainnya. Bapak satu anak ini bisa membaca
Al-qur’an dengan huruf Braille. Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia
(Pertuni) sejak tahun 2005 ini, juga mampu menggunakan laptop untuk
mengakses internet. Tentu saja computer yang digunakan juga computer
yang digunakan juga computer khusus yang bisa menghasilkan suara
pemandu. Alat ini bisa membaca satu kalimat atau kata demi kata.
“berkat kemajuan teknologi ini pula, saya bisa mencari
artikel-artikel penting untuk menambah muatan dakwah dan pengetahuan
lainnya,” kata Lukman didampingi istri dan mertuanya.
Lukman menambahkan, saat ini Pertamina dan Badan Perpustakaan, Arsip
dan Dokumentasi (BPAD) Sumut akan menggelar pelatihan penggunaan
computer bagi warga tunanetra yang digagasi kepala BPAD Sumut dan
pimpinan Pertamina, OK Khaidir. “ Ke depan, diharapkan akan lebih
banyak bantuan kerja sama semacam ini, “katanya.
Ia juga memiliki kemampuan mengirim dan membaca short message system
(SMS) melalui handphone tanpa perlu didampingi orang lain. Di sisi
lain, lukman memiliki ketrampilan memijat hingga membuka usaha Klinik
Pijat Tunanetra Cemerlang Abadi di jalan Gajah Mada, Gang Dame Medan
sejak tahun 2003.
“Kebanyakan mereka yang kemari, dengan biaya kusus Rp. 30 ribu. Dalam
sehari, minimal 10 warga yang datang. Keterampilan kusus di dapat dari
panti social baladewa di Tebing Tinggi. “ Ada juga yang minta dikusuk
dirumahnya,”kata dia.
Dalam memmbina rumahnya, ia menikah dengan seorang tunanetra juga.
Kini lukman memiliki seorang anak perempuan yang dapat melihat dengan
normal. Bocah perempuan semata wayang yang berusia empat tahun ini
sedang belajar di TK Al-qur’an.
Terhadap masa depan anaknya, lukman belum tahu. Hanya saja, ia ingin
sang anak dapat membantu keluarga dan masyarakat untuk berbuat
kebaikan. Karena masih kecil, belum tahu apa cita-citanya.
Dimana lokasi khusus berkumpul dirinya bersama keluarganya? Lukman
mengatakan, sering berkumpul dengan anggota Pertuni Sumut.
“Kami bersama anggota Pertuni Sumut atau anggota keluarga, sering
pergi ramai-ramai ke Brastagi dengan carter mobil,” katanya.