Agung Rejeki Yuliastuti, Tunanetra yang Jadi Psikolog
Radar Semarang, Jumat 9 Januari 2009
Buta di Usia 25 Tahun, Kerap Jadi Narasumber Seminar Motivasi
Keterbatasan penglihatan tidak menjadi penghalang bagi Agung Rejeki Yuliastuti, S.Psi untuk membantu sesama. Penyandang tuna netra ini sangat terbuka bagi
siapa saja yang membutuhkan bantuan konseling psikologi.
ADITYO DWI RIYANTOTO
--------------------------------------------------------
SIANG itu, Agung Rejeki Yuliastuti nampak sibuk mengolah data-data hasil tes psikologi seleksi guru di salah satu SMP swasta di Semarang. Kebetulan, Agung
-begitu sapaan akrabnya dilibatkan dalam seleksi guru dari sisi psikologis para pelamar.
"Saya biasanya lebih banyak ngantor di sekretariat Persatuan Tuna Netra (Pertuni) Jawa Tengah. Tapi, sekarang lagi punya kerjaan menyeleksi guru SMP,"
kata Agung Rejeki Yuliastuti saat ditemui Radar Semarang di rumahnya sekaligus tempat praktik psikologis di bilangan Jalan Badak V/21 RT 11 RW VI Gayamsari,
Semarang.
Kendati memiliki keterbatasan penglihatan, Agung tidak lantas menyerah pada nasib. Bungsu dari lima bersaudara pasangan Hadi Sumartono dan Sumartiti ini
tetap beraktivitas seperti biasanya. Ia pernah menjadi asisten pengajar di Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) Darul Qolam (1998-2000), kemudian menjadi
konselor psikologi untuk TK dan SD Siswa Terpadu Harapan Bunda (2000 - 2007).
"Saya start menjadi konselor sejak 2001. Klien saya mulai anak - anak dan orang tuanya, hingga para mahasiswa serta para anggota Pertuni sendiri," tuturnya
Para kliennya sendiri awalnya tidak mengetahui kalau dirinya mengalami keterbatasan penglihatan. Namun hal itu tidak menghambatnya untuk membantu dalam
memecahkan permasalahan. "Biasanya jika dalam konseling saya membutuhkan alat bantu, saya banyak dibantu teman," kata lajang kelahiran Semarang, 11 Juli
1969 ini.
Saat ini Agung kerap memberikan motivasi kepada para anggota Pertuni dan masyarakat umum untuk tidak gampang menyerah. Persoalan yang dikonsultasikan,
umumnya soal masalah keluarga, anak, meningkatkan percaya diri, dan problem hidup lainnya. Dia juga sering diundang untuk menjadi narasumber seminar motivasi
bagi anak - anak hingga mahasiswa.
"Biasanya kalau untuk anak - anak, saya memberikan motivasi belajar. Kalau untuk mahasiswa ya seputar masalah remaja," ucap penerima penghargaan Kartini
Award 2008 dari Radio Imelda FM Semarang ini.
Wanita berjilbab ini mengaku dilahirkan dalam kondisi normal. Kedua penglihatannya juga berfungsi dengan baik. Namun di usia 25 tahun, musibah itu datang
tanpa diduga. Berawal saat dirinya menderita radang tenggorokan. Agung pun pergi berobat ke dokter langganannya. Oleh sang dokter, dirinya diberikan obat
antibiotik yang bukan biasa ia minum.
"Ketika itu, dokter tidak menanyakan apakah saya alergi terhadap obat atau tidak. Saya juga tidak tanya apakah obat tersebut bisa menimbulkan alergi atau
tidak. Ya seperti berobat biasanya," kisahnya.
Tak diduga, selang beberapa hari setelah meminum obat tersebut, tubuhnya mulai bereaksi. Bahkan, Agung sampai dilarikan ke rumah sakit dan menjalani opname
hingga 35 hari. Yang membut Agung shock, saat itu dokter memvonis dirinya mengidap penyakit Stevens Johnson Syndrome (SJS). Penyakit ini berefek ke fungsi
penglihatannya yang lambat laun menjadi kabur.
"Dua puluh hari pertama saya tidak bisa apa - apa. Dari kepala hingga kaki menghitam semua. 20 kuku saya lepas, dan rongga mulut sariawan semua. Praktis,
saya hanya mengandalkan infus," kenangnya.
Dan, setelah 35 hari dirawat di rumah sakit, Agung diizinkan pulang. Namun oleh dokter, dia divonis low sight vision atau penglihatan yang kurang. Hatinya
pun berkecamuk terhadap kondisinya. Namun perlahan Agung akhirnya bisa menerima keadaannya tersebut.
Yang membuat dirinya semakin bersyukur, kedua matanya tidak buta total. Namun masih bisa berfungsi sekalipun tidak sempurna seperti mata normal pada umumnya.
"Saya bisa mengambil hikmah atas cobaan ini," ucapnya penuh syukur.
Akibat musibah yang dialaminya itu, sempat menyebabkan wisuda sarjana Agung di Fakultas Psikologis Unika Soegijapranata Semarang molor. Kebetulan saat
jatuh sakit itu, dirinya tengah menunggu masa wisuda. "Wisuda saya molor dari bulan Maret menjadi bulan September 1995," ujar Ketua DPD Pertuni Jateng
ini.
Agung mengaku apa yang dilakukan saat ini sebagai konselor dan psikolog adalah wujud rasa terima kasihnya kepada sang pencipta, karena telah diberikan
kehidupan yang baru kembali. Menurutnya, rasa syukur itu tidak hanya sebatas mengucapkan terima kasih, tapi juga diwujudkan dalam bentuk bantuan kepada
orang lain.
"Saat sakit, saya sudah seperti mau meninggal. Tapi, saya bisa bangkit kembali. Pengalaman itu yang selalu saya berikan kepada orang lain, khususnya kepada
para tuna netra sebagai motivasi," kata Agung yang belum lama lalu terpilih sebagai satu dari delapan tokoh wanita Jawa Tengah yang dianggap mampu menjadi
inspirasi perjuangan perempuan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Agung berharap kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan para penyandang tuna netra. Saat ini, dirinya tengah menyosialisasikan software komputer khusus
bagi kaum tuna netra di Kabupaten/Kota di Jateng. Program komputer itu dilengkapi suara yang bisa menuntun pemakainya, khususnya penyandang tuna netra,
dalam mengoperasikannya. Sayangnya, harga software itu masih relatif mahal, sehingga para tuna netra masih sulit menjangkaunya.
"Satu program asli harganya bisa mencapai Rp 13 juta. Harga segitu tentu sulit bagi kami. Jika ada bantuan pemerintah, paling tidak bisa mewujudkan impian
kami untuk bisa mandiri," ujarnya.
Menurut Agung, sudah saatnya para tuna netra mengenal komputer. Karena dari situ, akan bisa mengenal dunia internet dan bisa lebih berkarya. Selama ini,
dirinya coba mengakali dengan cara meng-crag software komputer tersebut agar bisa digunakan banyak orang. "Tapi, itu ilegal dan dilarang," katanya. (*/aro)
Buta di Usia 25 Tahun, Kerap Jadi Narasumber Seminar Motivasi
Keterbatasan penglihatan tidak menjadi penghalang bagi Agung Rejeki Yuliastuti, S.Psi untuk membantu sesama. Penyandang tuna netra ini sangat terbuka bagi
siapa saja yang membutuhkan bantuan konseling psikologi.
ADITYO DWI RIYANTOTO
--------------------------------------------------------
SIANG itu, Agung Rejeki Yuliastuti nampak sibuk mengolah data-data hasil tes psikologi seleksi guru di salah satu SMP swasta di Semarang. Kebetulan, Agung
-begitu sapaan akrabnya dilibatkan dalam seleksi guru dari sisi psikologis para pelamar.
"Saya biasanya lebih banyak ngantor di sekretariat Persatuan Tuna Netra (Pertuni) Jawa Tengah. Tapi, sekarang lagi punya kerjaan menyeleksi guru SMP,"
kata Agung Rejeki Yuliastuti saat ditemui Radar Semarang di rumahnya sekaligus tempat praktik psikologis di bilangan Jalan Badak V/21 RT 11 RW VI Gayamsari,
Semarang.
Kendati memiliki keterbatasan penglihatan, Agung tidak lantas menyerah pada nasib. Bungsu dari lima bersaudara pasangan Hadi Sumartono dan Sumartiti ini
tetap beraktivitas seperti biasanya. Ia pernah menjadi asisten pengajar di Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) Darul Qolam (1998-2000), kemudian menjadi
konselor psikologi untuk TK dan SD Siswa Terpadu Harapan Bunda (2000 - 2007).
"Saya start menjadi konselor sejak 2001. Klien saya mulai anak - anak dan orang tuanya, hingga para mahasiswa serta para anggota Pertuni sendiri," tuturnya
Para kliennya sendiri awalnya tidak mengetahui kalau dirinya mengalami keterbatasan penglihatan. Namun hal itu tidak menghambatnya untuk membantu dalam
memecahkan permasalahan. "Biasanya jika dalam konseling saya membutuhkan alat bantu, saya banyak dibantu teman," kata lajang kelahiran Semarang, 11 Juli
1969 ini.
Saat ini Agung kerap memberikan motivasi kepada para anggota Pertuni dan masyarakat umum untuk tidak gampang menyerah. Persoalan yang dikonsultasikan,
umumnya soal masalah keluarga, anak, meningkatkan percaya diri, dan problem hidup lainnya. Dia juga sering diundang untuk menjadi narasumber seminar motivasi
bagi anak - anak hingga mahasiswa.
"Biasanya kalau untuk anak - anak, saya memberikan motivasi belajar. Kalau untuk mahasiswa ya seputar masalah remaja," ucap penerima penghargaan Kartini
Award 2008 dari Radio Imelda FM Semarang ini.
Wanita berjilbab ini mengaku dilahirkan dalam kondisi normal. Kedua penglihatannya juga berfungsi dengan baik. Namun di usia 25 tahun, musibah itu datang
tanpa diduga. Berawal saat dirinya menderita radang tenggorokan. Agung pun pergi berobat ke dokter langganannya. Oleh sang dokter, dirinya diberikan obat
antibiotik yang bukan biasa ia minum.
"Ketika itu, dokter tidak menanyakan apakah saya alergi terhadap obat atau tidak. Saya juga tidak tanya apakah obat tersebut bisa menimbulkan alergi atau
tidak. Ya seperti berobat biasanya," kisahnya.
Tak diduga, selang beberapa hari setelah meminum obat tersebut, tubuhnya mulai bereaksi. Bahkan, Agung sampai dilarikan ke rumah sakit dan menjalani opname
hingga 35 hari. Yang membut Agung shock, saat itu dokter memvonis dirinya mengidap penyakit Stevens Johnson Syndrome (SJS). Penyakit ini berefek ke fungsi
penglihatannya yang lambat laun menjadi kabur.
"Dua puluh hari pertama saya tidak bisa apa - apa. Dari kepala hingga kaki menghitam semua. 20 kuku saya lepas, dan rongga mulut sariawan semua. Praktis,
saya hanya mengandalkan infus," kenangnya.
Dan, setelah 35 hari dirawat di rumah sakit, Agung diizinkan pulang. Namun oleh dokter, dia divonis low sight vision atau penglihatan yang kurang. Hatinya
pun berkecamuk terhadap kondisinya. Namun perlahan Agung akhirnya bisa menerima keadaannya tersebut.
Yang membuat dirinya semakin bersyukur, kedua matanya tidak buta total. Namun masih bisa berfungsi sekalipun tidak sempurna seperti mata normal pada umumnya.
"Saya bisa mengambil hikmah atas cobaan ini," ucapnya penuh syukur.
Akibat musibah yang dialaminya itu, sempat menyebabkan wisuda sarjana Agung di Fakultas Psikologis Unika Soegijapranata Semarang molor. Kebetulan saat
jatuh sakit itu, dirinya tengah menunggu masa wisuda. "Wisuda saya molor dari bulan Maret menjadi bulan September 1995," ujar Ketua DPD Pertuni Jateng
ini.
Agung mengaku apa yang dilakukan saat ini sebagai konselor dan psikolog adalah wujud rasa terima kasihnya kepada sang pencipta, karena telah diberikan
kehidupan yang baru kembali. Menurutnya, rasa syukur itu tidak hanya sebatas mengucapkan terima kasih, tapi juga diwujudkan dalam bentuk bantuan kepada
orang lain.
"Saat sakit, saya sudah seperti mau meninggal. Tapi, saya bisa bangkit kembali. Pengalaman itu yang selalu saya berikan kepada orang lain, khususnya kepada
para tuna netra sebagai motivasi," kata Agung yang belum lama lalu terpilih sebagai satu dari delapan tokoh wanita Jawa Tengah yang dianggap mampu menjadi
inspirasi perjuangan perempuan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Agung berharap kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan para penyandang tuna netra. Saat ini, dirinya tengah menyosialisasikan software komputer khusus
bagi kaum tuna netra di Kabupaten/Kota di Jateng. Program komputer itu dilengkapi suara yang bisa menuntun pemakainya, khususnya penyandang tuna netra,
dalam mengoperasikannya. Sayangnya, harga software itu masih relatif mahal, sehingga para tuna netra masih sulit menjangkaunya.
"Satu program asli harganya bisa mencapai Rp 13 juta. Harga segitu tentu sulit bagi kami. Jika ada bantuan pemerintah, paling tidak bisa mewujudkan impian
kami untuk bisa mandiri," ujarnya.
Menurut Agung, sudah saatnya para tuna netra mengenal komputer. Karena dari situ, akan bisa mengenal dunia internet dan bisa lebih berkarya. Selama ini,
dirinya coba mengakali dengan cara meng-crag software komputer tersebut agar bisa digunakan banyak orang. "Tapi, itu ilegal dan dilarang," katanya. (*/aro)
1 Komentar:
amazing!
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda